The Art of Ignorance

10 September 2023 - 4 Min. Read

Tidak tahu tidaklah sulit

The Art of Ignorance

Prasangka Itu Bikin Capek

Rasa penasaran kita yang begitu tinggi sering kali membawa kita untuk berdahaga akan pengetahuan yang secara porsi, lebih banyak informasi yang ngga penting daripada yang penting. Misalnya, "Kok dia ngga perhatian ya, sama aku?" atau "Dia kok ngga ada kabar gini sih, selingkuh ya pasti?" dan segala rupa buruk sangka yang lain. Lalu semuanya pasti bermuara kepada diri kita sendiri yang berasa nyesek dan sedih. Kenapa? Ya karena kita tidak memiliki jawaban dari pertanyaan tersebut, kita jadi bikin kesimpulan dan juga jawaban sendiri yang mana jawaban tersebut bikin kita sakit hati. Itu bahkan baru hal-hal yang ranahnya masih berada dalam pikiran. Kadang juga su'udzon tadi malah jadi kejadian beneran, dan kita jadi makin kesiksa lagi. Malah jadi makin susah, kan?

Berprasangka itu cukup yang baik-baik saja, dan alihkan prasangka itu menjadi doa yang baik. Sehingga, kalau ternyata kenyataan ngga sesuai dengan prasangka kita, kita jadi tahu bahwa "oh Tuhan bakal ngasih yang jauh lebih baik dari ini". Prasangka buruk itu menguras energi dan perasaan loh, dari kita mulai menerka-nerka saja kita sudah badmood sendiri apalagi sampai nanti amit-amit kejadian beneran. Sehingga kalau misal pemikiran kita sudah mulai overthinking nih, udah mulai keluar kata "jangan-jangan", "ngko gek-gek" dan segala awalan yang lain mending segera dialihkan menjadi prasangka yang baik, atau kalo susah seenggaknya kita ga perlu bikin prasangka.

Ngga Peduli = Ngga Bikin Prasangka = Ngga Capek

Peduli tuh ngga selalu soal ngerti apapun tentang seseorang tiap hari. Jadikan itu kewajibanmu kepada diri sendiri aja. Lagipula, ngga semua orang butuh itu dan belum tentu juga mereka mau untuk melakukan hal yang sama kepada kamu, jadi untuk apa? Make sure kamu sudah cukup peduli dengan keadaan dirimu sendiri saat itu, kamu sadar bagaimana perasaan dan suasana hatimu, lalu setelahnya kamu bisa gunakan sisa energinya untuk orang lain.

Ngga peduli juga ga selamanya jahat kok, selama kamu ngga menjadi orang yang apatis dan abai dengan lingkungan sekitarmu aja. Yang mau aku sampein adalah, lakukan semuanya tuh dalam porsi yang cukup aja. Peduli secukupnya, jangan sampai rasa sayangmu ke orang itu malah jadi membuatmu mengabaikan atau justru lupa sama diri kamu sendiri. Toh juga, perasaan ngga enak itu tadi datangnya dari kekhawatiran, rasa itu jadi ngga ada kalau kamu memilih untuk tidak mengkhawatirkan itu kan? Mungkin kalimat yang lebih menggambarkan adalah, kita sudah memiliki rasa ikhlas dan rela sejak awal. Iya memang terdengar naif, soalnya kalau aku bilang "ada kalanya kita harus cuek sama orang" kan malah terkesan kita jadi orang yang sadis, kan? Ya sebenernya ini tentang kemampuan kita untuk menakar seberapa ideal kita boleh peduli kepada orang lain tadi.

Jadi Orang yang Banyak Tahu Juga Nggak Enak, Loh.

Beneran deh, liat aja orang bego. Kadang mereka kek ngerasa ga punya beban, kan? Ya sama aja kaya kita yang "overdosis" alias kelewat tahu seluk-beluk dan gerak-gerik orang lain, makin banyak yang kita tahu, makin banyak juga beban di otak kita. Karena ya secara ngga langsung kadang tuh kita jadi ngerasa punya tanggungjawab gitu loh. Makanya dari sekian opsi yang aku pilih, aku prefer jadi orang yang ga tahuan.

Ambil case misal ada orang yang ngga suka sama kita, atau mungkin orang itu mau ada niat jahat sama kita. Menurutku akan lebih enak kalau posisi kita adalah sebagai orang yang ngga tahu dan juga ngga mau tahu. Kenapa? ya kita jadi ga perlu repot buang tenaga dan waktu buat jadi berpikir yang engga-engga sama dia, kita jadi ga perlu capek-capek benci sama dia. Kayak, "terserah loe deh mau ngapain, yang penting jangan sampe gue tau". Karena ya ketika kita tau seseorang kelakuanya begitu, kita jadi rugi. Kesannya kek pasrah gitu ya, ya emang gitu sih. Mendingan Tuhan aja yang tahu dan bersikap ngga sih? Kita ngga usah kerja apa-apa eh dia dapet balesan-Nya. *anjay

Betapa merugi orang yang tidak lagi menerima rasa peduli. Sudah mahal-mahal dia mengemis welas asih tapi tidak diterima sepenuh hati, padahal dia tahu hidup juga cuma perkara datang dan pergi.